12 Sifat Fisik Kayu

Sifat-sifat fisik kayu merupakan sifat yang berasal dari dalam kayu tersebut. Menurut Dumanauw (1990), sifat fisik kayu terdiri dari 12 sifat yaitu sebagai berikut:

1. Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik yang disetiap kayunya memiliki berat jenis yang berbeda. Berdasarkan beberapa penelitian berat jenis kayu yang telah dilakukan diperoleh batasan berat jenis suatu kayu. Biasanya berat jenis minimum suatu kayu berada pada nilai 0,20 (kayu balsa) dan berat jenis maksimum-nya adalah 1,28 (kayu nani).

Berat jenis pada kayu termasuk sebagai petunjuk penting dalam mengetahui berbagai sifat kayu. Nilai berat jenis suatu kayu akan menentukan kekuatan yang dimiliki oleh sebatang kayu. Semakin besar nilai berat jenis kayu maka semakin kuat juga kayu tersebut. Sebaliknya semakin kecil nilai berat jenis kayu maka semakin kecil juga kekuatannya (Dumanauw, 1990).

Sifat-sifat fisik kayu merupakan sifat yang berasal dari dalam kayu tersebut. Menurut Dumanauw (1990), sifat fisik kayu terdiri dari 12 sifat yaitu sebagai berikut: 1. Berat Jenis Kayu 2. Keawetan Alami Kayu 3. Warna Kayu 4. Sifat Higroskopik pada Kayu 5. Tekstur Kayu 6. Serat Kayu 7. Bobot Kayu 8. Kekerasan Kayu 9. Kesan Raba dan Kilap Kayu 10. Bau dan Rasa pada Kayu 11. Nilai Dekoratif Kayu 12. Sifat Fisik Lain pada Kayu

Berat jenis suatu kayu ditentukan oleh ketebalan dinding sel serta kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori kayu. Berat jenis suatu kayu biasanya diperoleh dari hasil perbandingan antara berat suatu volume kayu dengan volume air yang sama pada suhu yang telah distandarkan.

Secara umumnya, berat jenis suatu kayu ditentukan oleh berat kering tanur atau kering udara suatu kayu dan volume kayu pada kadar air tertentu. Kelas kayu berdasarkan berat jenisnya dapat dibedakan menjadi 4 kelas yakni sangat berat, berat, agak berat, dan ringan (Dumanauw, 1990).

2. Keawetan Alami Kayu

Keawetan alami kayu merupakan sifat fisik dalam ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti bubuk, cacing laut, jamur, rayap, dan perusak lainnya. Biasanya keawetan kayu dapat diketahui berdasarkan periode waktu yang cukup lama (tahunan).

Penyebab kayu menjadi awet adalah terdapatnya zat ekstraktif di dalam kayu. Zat tersebut dapat berupa racun terhadap serangga perusak sehingga serangga tersebut tidak dapat mendiami atau pun merusak kayu tersebut. Zat-zat ekstraktif yang dapat menghambat serangan serangga perusak kayu diantaranya silika dan tectoquinon (Dumanauw, 1990).

Zat ekstraktif di dalam kayu biasanya akan terbentuk pada saat peralihan kayu gubal menjadi kayu teras. Berdasarkan hal tersebut, maka secara umum kayu keras memiliki keawetan sebagai sifat fisik yang lebih lama dari pada kayu gubal. Hal ini disebabkan pada kayu teras telah mengalami kematian sel (berhenti) sedangkan pada kayu gubal masih terdapat sel-sel hidup sehingga perusak kayu lebih mudah menyerang kayu gubal (Dumanauw, 1990).

3. Warna Kayu

Warna sebagai sifat fisik suatu kayu memiliki perbedaan di berbagai jenis kayu. Biasanya warna kayu tersebut bervariasi yakni mulai dari warna kuning, agak putih, coklat muda dan tua, kehitam-hitaman, agak merah, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat pengisi warna dalam kayu berbeda di setiap jenis bahkan dalam satu batang kayu. Beberapa faktor yang mempengaruhi warna suatu jenis kayu adalah tempat di dalam batang, umur pohon, dan kelembapan udara (Dumanauw, 1990).

Kunjungi juga : Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Gerunggang

Kayu teras pada umumnya memiliki warna yang lebih gelap dan jelas dibandingkan kayu gubal. Kayu teras biasanya memiliki warna fisik merah, jingga, kuning, dan ungu. Sedangkan warna kayu gubal adalah putih dan juga sedikit warna kuning. Dan merah muda (Sunardi, 1977).

Kayu dari pohon yang lebih tua biasanya memiliki warna yang lebih gelap daripada kayu dari pohon yang lebih muda meskipun dalam satu jenis. Selain itu, kayu yang lebih lama berada pada ruang terbuka memiliki warna yang lebih gelap atau pucat dari pada kayu yang segar dan kering udara (Dumanauw, 1990). Selanjutnya, Sunardi (1977) mengatakan bahwa warna yang terdapat di dalam kayu teras dapat diubah dengan beberapa langkah berikut ini:
  • Mencampurkan zat warna dengan bahan pengisi pori-pori (filler) sebelum permukaan kayu dipelitur atau dilicinkan (pelishing).
  • Menggunakan bahan kimia atau terkenal dengan istilah staining atau beiszooll.
  • Pengecatan dengan senyawa aniline atau sejenisnya yang baik dilakukan dengan cara penyelupan maupun dengan cara impregnasi.
  • Menggunakan pelitur minyak atau alkohol (varnish) sedikit banyak dapat membuat warna kayu berubah.
Sifat fisik kayu ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi suatu jenis kayu. Warna kayu yang digunakan dalam hal ini adalah warna kayu teras. Pada umumnya warna kayu sebagai sifat fisik kayu bukanlah warna yang murni, melainkan campuran dari beberapa warna (Dumanauw, 1990). 

4. Sifat Higroskopik pada Kayu

Sifat higroskopik pada kayu merupakan sifat menyerap atau melepaskan air atau kelembapan. Kelembapan dan suhu udara sangat berpengaruh penting dalam kelembapan kayu. Artinya, kelembapan udara di sekitar kayu akan bergerak lurus dengan kelembapan sutu kayu.

Kelembapan kayu biasanya mencapai keseimbangan lingkungannya. Kandungan air pada kayu seperti ini dinamakan kadungan air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content).

Dengan masuknya air ke dalam suatu kayu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya, keluar dan masuknya air di dalam kayu menyebabkan kayu menjadi basah atau kering sehingga dapat membuat kayu menyusut atau mengembang (Dumanauw, 1990).

5. Tekstur Kayu

Tekstur merupakan sifat fisik kayu yang memperlihatkan ukuran relatif sel-sel kayu yang besarnya mencolok di dalam kayu. Tekstur suatu kayu dikatakan halus apabila memiliki ukuran sel yang sangat kecil (Pandit & Ramdan, 2002). Menurut Dumanauw (1990), kayu berdasarkan tekstur dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu kayu bertekstur halus, kayu bertekstur sedang, dan kayu bertekstur kasar.

6. Serat Kayu

Serat sebagai sifat fisik kayu merupakan sifat fisik yang menunjukkan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon dalam identifikasi kayu (Pandit & Ramdan, 2002). Arah serat di dalam suatu kayu dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu.

Kayu dikatakan berserat halus, apabila arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Selanjutnya, kayu juga disebut beserta mencong apabila sel pada kayu mengalami penyimpangan atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang. Serat mencong dapat dibagi menjadi 4 bagian yakni serat berpadu, serat berombak, serat terpilin, dan serat diagonal (Dumanauw, 1990).

7. Bobot Kayu

Bobot suatu jenis kayu sebagai sifat fisik kayu tergantung pada jumlah zat kayu yang tersusun, rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung, serta zat-zat ekstraktif di dalamnya. Bobot suatu jenis kayu sebagai sifat fisik kayu diperoleh dengan mengetahui nilai berat jenis kayu tersebut dan biasanya digunakan sebagai patokan kelas kayu (Dumanauw, 1990).  

8. Kekerasan Kayu

Pada umumnya sifat fisik kayu dalam hal kekerasan kayu memiliki hubungan yang erat dengan bobot kayu. Kayu-kayu yang kerasnya juga termasuk kayu-kayu yang berat. Sebalikya kayu ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasan-nya, jenis-jenis kayu dapat digolongkan menjadi kayu sangat keras, kayu keras, kayu sedang kekerasan-nya, dan kayu lunak (Dumanauw, 1990).  

Cara menetapkan kekerasan kayu ialah dengan memotong kayu tersebut dengan cara melintang dan mencatat atau menilai kesan perlawanan oleh kayu itu pada saat pemotongan, serta kilapnya bidang potongan yang dihasilkan. Kayu dengan sifat fisik yang lebih keras akan lebih sulit dipotong secara melintang. Kayu yang lunak akan mudah rusak, dan hasil potongan melintangnya akan memberikan hasil yang kasar dan suram (Dumanauw, 1990).  

9. Kesan Raba dan Kilap Kayu

Kesan raba sebagai sifat fisik suatu jenis kayu merupakan kesan yang didapatkan saat meraba atau menyentuh permukaan kayu. Apabila suatu jenis kayu diraba/disentuh, biasanya akan memberi kesan yakni kasar, halus, licin, dingin, dan lain sebagainya.

Terdapatnya perbedaan kesan raba untuk setiap jenis kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis tekstur kayu, besar kecilnya air yang terdapat di dalam kayu, serta kadar zat ekstraktif di dalam kayu. Apabila tekstur kayunya halus dan permukaannya mengandung lilin, maka akan diperoleh kesan raba yang licin.

Selanjutnya kesan raba kasar juga diperoleh apabila keadaan tekstur kayunya kasar. Biasanya, kayu yang memiliki tekstur yang halus serta berat jenis yang tinggi akan menghasilkan kesan raba yang dingin jika diraba. Sebaliknya jika kayu memiliki tekstur yang kasar serta berat jenis yang rendah akan menimbulkan kesan raba yang panas (Dumanauw, 1990).

Kunjungi juga : Cara Menghitung Kadar Air Kayu

Kilap kayu merupakan sifat fisik dari kayu yang memungkinkan sebatang kayu dapat memantulkan cahaya. Sifat fisik mengkilap pada suatu jenis kayu biasanya tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh kayu tersebut. Kilap kayu tidak dapat disamakan dengan kegiatan yang membuat kayu menjadi mengkilap seperti melakukan pengolesan vernis atau pelitur pada kayu.

Namun, kilap kayu dalam hal ini adalah berdasarkan karakteristik kayu tersebut yang dipengaruhi oleh sudut penyinaran matahari pada permukaan kayu serta jenis sel di permukaan kayu. Minyak atau wax (berlilin) yang terkandung di dalam kayu akan mengakibatkan kilap suatu kayu berkurang. Biasanya kilap kayu digunakan untuk mengidentifikasi kayu dalam sifat sekunder (Pandit & Ramdan, 2002).

10. Bau dan Rasa pada Kayu

Bau dan rasa kayu merupakan sifat fisik kayu yang akan mudah hilang jika kayu itu lama tersimpan di luar ruangan. Beberapa jenis kayu dengan bau tersendiri sangat mudah kehilangan baunya sehingga sulit diketahui. Untuk itu, perlu dilakukan pemotongan pada kayu serta dibasahi dengan air untuk memunculkan bau kayu.

Bau sebagai sifat fisik kayu dapat disesuaikan dengan bau yang umumnya telah dikenal. Untuk menyatakan bau suatu jenis kayu, maka perlu menggunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal, seperti bau bawang putih, bau keasaman, bau zat penyamak, bau kamper, dan lain sebagainya. Kesan raba dan bau tidak jauh berbeda. Selanjutnya, hubungan yang erat antara indra pembau dan perasa membuat adanya persamaan diantar keduanya (Dumanauw, 1990).

Sifat fisik bau dan rasa pada kayu merupakan salah satu sifat fisik yang disebabkan oleh adanya zat-zat infiltrasi yang dimampatkan pada saat terbentuknya kayu teras. Selain itu, sifat fisik bau dan rasa pada kayu juga diakibatkan oleh adanya serangan jamur atau bakteri terhadap kayu.

Biasanya sifat bau dari kayu gubal yang disebabkan oleh serangan jamur atau bakteri menimbulkan bau yang lebih tajam dari pada kayu teras. Hal ini dipengaruhi oleh tepung (deposit starch) yang lebih banyak di dalam kayu gubal (Pandit & Ramdan, 2002).

11. Nilai Dekoratif Kayu

Nilai dekoratif sebagai sifat fisik pada kayu umumnya menyangkut jenis-jenis kayu yang akan dibuat untuk tujuan tertentu yang hanya mementingkan keindahan pada kayu. Nilai dekoratif suatu jenis kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni penyebaran warna, arah serat kayu, tekstur dan pemunculan riap-riap tumbuh yang muncul secara bersamaan dalam pola maupun bentuk tertentu sehingga suatu kayu memiliki nilai dekoratif. Kayu-kayu yang memiliki nilai dekoratif antara lain kayu senokeling, sonokembang, renhas, dan eboni (Dumanauw, 1990).

12. Sifat-Sifat Fisik Lain pada Kayu

Sifat-sifat fisik yang lain pada kayu adalah sifat fisik di luar dari pada kayu tersebut. Sifat-sifat yang dimaksud adalah sifat pembakaran kayu dan sifat kayu terhadap suara (Dumanauw, 1990).

Pustaka:
Pandit, I. K. N. & Ramdan, H. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor 

Sunardi. 1977. Ilmu Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta
close